Dinamika Bumi


   Bumi merupakan planet yang sangat dinamis. Jika kita dapat kembali ke waktu satu milyar tahun yang lalu atau lebih, kita akan mendapatkan sebuah planet yang permukaannya sangat jauh berbeda dengan keadaannya sekarang. Selain itu kita juga akan mendapatkan bentuk dari benua (kontinen) yang berbeda dan berada pada posisi yang berbeda dengan sekarang ini. Perubahan tersebut disebabkan oleh proses-proses yang bekerja pada bumi ini.

    Proses‑proses yang merubah bentuk permukaan bumi itu dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu proses yang merusak dan membangun permukaan bumi. Proses yang pertama merupakan proses yang terjadi pada permukaan bumi yaitu proses pelapukan dan erosi. Proses tersebut walaupun berjalan sangat lambat tetapi berlangsung terus menerus, dapat menyebabkan permukaaan bumi secara perlahan menjadi rata. Sedangkan proses‑proses yang membangun permukaan bumi umumnya disebabkan oleh gaya‑gaya yang berasal dari dalam bumi seperti aktivitas gunungapi dan pernbentukan pegunungan. Proses tersebut menyebabkan permukaan bumi menjadi bertarnbah tinggi.

     Hubungan antara proses‑proses tersebut dan sifat kedinamisan dari bumi ini, walaupun sudah diketahui sejak lama, tetapi belum ditemukan suatu hipotesa yang masuk akal untuk menceritakan tentang perubahan‑perubahan yang terjadi pada bumi. Sampai pada awal abad ke 20 muncullah suatu pendapat yang mengatakan tentang pemisahan atau pemekaran dari daratan (kontinen) di permukaan bumi. Setelah lebih dari 50 tahun dengan terkumpulnya data‑data yang mendukung hipotesa tersebut untuk beralih menjadi suatu teori. Teori tersebut disebut teori tektonik lempeng (plate tectonic). Teori yang akhirnya meluas tersebut merupakan sebuah model yang konprehensif tentang kegiatan yang terjadi di dalam bumi.

     Model tektonik lempeng ini menyebutkan bahwa kerak bumi ini disusun oleh lempeng‑lempeng yang besar dan kaku. Lempeng‑lempeng yang menyusun kerak bumi tersebut dapat dibedakan menjadi lempeng kerak benua (continental crust), yaitu lempeng yang menyusun daratan atau benua (kontinen), dan kerak samudera (oceanic crust), yaitu lempeng yang menyusun lantai dasar samudera. Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak walaupun sangat lambat. Pergerakan ini disebabkan karena, adanya perbedaan distribusi panas di bawah kerak bumi (mantel bumi). Panas yang sangat tinggi yang terdapat pada tempat yang lebih dalam akan bergerak naik ke tempat yang temperatumya lebih rendah dan akan menyebar secara lateral. Penyebaran panas secara lateral inilah yang mengakibatkan bergeraknya lempeng-lempeng penyusun kerak bumi. Pergerakan dari lempeng‑lempeng kerak bumi ini menyebabkan terjadinya gempabumi, aktivitas gunungapi, dan deformasi batuan penyusun kerak bumi yang membentuk pegunungan.


      Karena setiap lempeng bergerak sebagai unit yang berbeda, maka interaksi yang sangat besar terjadi pada pertemuan antara lempeng‑lempeng tersebut. Batas-batas antara lempeng‑lempeng penyusun kerak bumi merupakan jalur aktivitas gunungapi (vulkanik) dan gempa bumi. Ada tiga macam batas pertemuan lernpeng-lempeng tersebut yang dipisahkan berdasarkan jenis pergerakannya dan setiap lempeng akan dibatasi oleh kombinasi ketiga macam batas tersebut. Ke tiga macam batas pertemuan lempeng‑lempeng penyusun kerak bumi tersebut adalah (gbr 1):
  1. Batas divergen, zona dimana lempeng-lempeng saling memisahkan diri (saling menjauh), meninggalkan ruang diantaranya.
  2. Batas konvergen zona dimana lempeng-lempeng bergerak saling mendekati sehingga terjadi tumbukan antara keduanya. Kejadian ini dapat menyebabkan lempeng yang satu menunjam di bawah lempeng lainnya atau hanya tumbukan yang menyebabkan bagian ini akan terangkat bersama-sama.
  3. Batas transform fault, zona dimana, lempeng-lempeng bergerak saling melewati antara satu lempeng dengan lempeng lainnya (bergeseran).
     
   Pemisahan lempeng (divergen) terutama. terjadi pada lempeng samudera (oseanik), karena lempeng ini relatif lebih tipis daripada lempeng benua (kontinen). Pada saat lempeng tersebut mengalami pemisahan, celah yang terbentuk di antara keduanya akan diisi oleh material cair yang panas yang berasal dari astenosfer. Material tersebut perlahan‑lahan akan mendingin dan membentuk potongan baru dari lantai dasar samudera.
     Proses tersebut di atas, berlangsung terus menerus sehingga terjadi penambahan kerak samudera di antara lempeng‑lempeng yang bergerak saling menjauh tersebut. Mekanisme pergerakan ini disebut pemekaran lantai dasar samudera (sea floor spreading). Lantai dasar Samudera atlantik terbentuk sejak 200 juta tahun yang lalu dengan pergerakan rata‑rata sekitar 5 sentimeter setiap tahun, walaupun pergerakannya antara satu tempat dengan tempat lainnya sangat bervariasi. Pergerakan tersebut sepertinya sangat perlahan, tetapi bila dibandingkan dengan umur bumi, maka pergerakan yang hanya sekitar 5 % dari sekala waktu geologi, pembentukan Samudera atlantik tersebut relatif cepat.

    Walaupun terjadi penambahan dari kerak samudera, tetapi luas dari kerak bumi relatif tetap (konstan), karena disisi lain terjadi proses penghancuran dari kerak tersebut. Proses penghancuran kerak bumi terjadi pada batas lempeng yang konvergen. Pada saat terjadi pergerakan bersama‑sarna pada batas yang konvergen ini, ujung atau tepi yang satu dari lempeng tersebut akan menunjam di bawah lempeng lainnya. Peristiwa ini terjadi apabila kerak benua bertemu dengan kerak samudera. Kerak samudera yang disusun oleh batuan yang berat jenisnya lebih besar daripada berat jenis kerak benua akan menunjam di bawah kerak benua. Zona penunjaman ini disebut zona subduksi (subduction zone). Selain itu pada pertemuan kedua lempeng tersebut akan membentuk bagian laut yang sangat dalam yang disebut palung laut.

      Konsep dari siklus batuan yang dianggap sebagai kerangka dasar dalam geologi fisik, secara langsung diungkapkan oleh James Hutton. Siklus batuan memperlihatkan proses‑proses dan material yang membentuk batuan‑batuan penyusun kerak bumi. Dengan mempelajari siklus batuan berarti kita mengamati banyak hubungan antara proses‑proses geologi yang sangat bervariasi, yang mengubah satu jenis batuan menjadi jenis batuan lainnya.

     Jenis batuan yang pertama yaitu batuan beku, terbentuk dari proses pendinginan hingga mengalami pembekuan dari magma. Magma merupakan material cair yang panas yang terdapat di dalam bumi. Proses pembekuan magma disebut jugakristalisasi, karena pada proses inilah terbentuknya kristal‑kristal dari mineralpenyusun batuan. Proses ini dapat terbentuk baik di dalam bumi maupun di permukaan bumi bersamaan dengan aktivitas gunung api.

    Jika batuan beku tersebut dan batuan‑batuan lain penyusun kerak bumi tersingkap atau muncul ke permukaan bumi, batuan‑batuan tersebut akan mengalami prosespelapukan (weathering). Proses ini disebabkan oleh pengaruh yang terus menerus dari atmosfer dan hidrosfer yang secara perlahan‑lahan merubah batuan tersebut menjadi bagian‑bagian yang kecil, dan atau komposisi kirnianya. Materialmaterial yang dihasilkan oleh proses tersebut akan mengalami pengikisan (erosi), kemudian mengalami proses pengangkutan (transportasi), dan selanjutnya mengalami proses pengendapan pada cekungan‑cekungan atau tempat‑tempat yang rendah pada permukaan bumi. Proses‑proses tersebut yang telah disebutkan dilakukan oleh agen (media) geologi yaitu gravitasi, air, angin, dan es (salju). Sedangkan material hasil dari proses‑proses tersebut disebut sedimen. Tempat‑tempat diendapkannya sedimen antara lain berupa sungai, lembah, danau dan laut. Bentuk tubuh endapannya pada umumnya mengikuti bentuk cekungan pengendapannya dan biasanya mendatar (horisontal). Setelah mengalami pengendapan, material sedimen tersebut akan mengalami proses pemadatan yaitu perubahan dari material sedimen lepas menjadi batuan dan disebut batuan sedimen. Proses perubahan tersebut disebut juga proses litifiliasi. Proses litifikasi dapat teijadi karena pembebanan oleh material yang ada di atasnya atau oleh pengisian rongga antar butiran yang disebut proses penyemenan (sementasi).

    Selanjutnya apabila batuan yang sudah ada (batuan beku dan batuan sedimen) tertutup di bawah permukaan bumi, batuan tersebut dapat mengalami gaya‑gaya yang terdapat di dalam bumi yang membentuk pegunungan. Gaya‑gaya tersebut biasanya diikuti oleh perubahan temperatur dan tekanan yang besar. Akibat perubahan kondisi lingkungan tersebut maka batuan akan mengalami perubahan yang membentuk batuan ubahan atau batuan metamorf.Sedangkan proses perubahan temperatur dan tekanan yang besar sehingga membentuk batuan metamorf disebut dengan proses metamorfisme.Jika perubahan temperatur dan tekanan ini melampaui titik lebur.

DINAMIKA PESISIR JAWA TIMUR

Penulis Artikel Puslitbang Geologi Kelautan :  Muhd. Salahuddin dan Mulyana W.
Gambaran Umum

   Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra  kegiatan ekonomi yang menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Wilayah Propinsi Jawa Timur memiliki panjang pantai sekitar + 2.128 km dan di sepanjang pantainya dapat dijumpai beragam sumberdaya alam mulai dari hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, migas, sumberdaya mineral hingga pantai berpasir putih yang layak untuk dikembangkan menjadi obyek wisata. Pada kawasan pantai Jawa Timur dapat ditemui  juga delta yang terbentuk karena adanya proses sedimentasi dari sungai Brantas-Solo yang diduga mengandung gas biogenik.

    Ketersediaan sumberdaya alam non hayati di wilayah pesisir  dan laut Jawa Timur yang menyediakan bahan-bahan mineral, endapan dasar laut agregat  konstruksi, dan pada beberapa lokasi tersedia cadangan minyak dan gas bumi merupakan potensi yang dapat diandalkan. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki pada kawasan pesisir dan laut Jawa Timur, bila dikelola dengan perencanaan yang baik akan sangat potensial untuk mendukung pembangunan daerah yang  berkelanjutan. 

     Pemanfaatan secara optimal data wilayah pesisir dan laut Jawa Timur hasil-hasil dari kegiatan survei yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Geologi Kelautan, adalah untuk memberdayakan data serta merupakan evaluasi keberadaan informasi pesisir dan laut agar dapat dikelola secara terpadu untuk mendukung perencanaan wilayah pesisir dan laut secara cermat dan sistematis, sehingga dapat  meningkatkan pendapatan daerah, ilmu pengetahuan, dan peluang usaha khususnya disektor investasi pertambangan kelautan.



     Geografi Pesisir Jawa Timur. Kawasan pesisir dan laut Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan menjadi kawasan pesisir utara, pesisir timur dan pesisir selatan. Kawasan pesisir utara dan timur umumnya dimanfaatkan untuk transportasi laut, pelestarian alam, budidaya laut, pariwisata dan pemukiman nelayan. Sedangkan kawasan pesisir selatan, umumnya merupakan pantai terjal dan berhadapan langsung  dengan Samudera Hindia yang kondisi gelombang dan ombaknya besar, sehingga hanya bagian tertentu saja yang  dapat dikembangkan sebagai pemukiman nelayan dan areal pariwisata. 

     Kawasan laut dan pesisir Jawa Timur mempunyai luas hampir dua kali luas daratannya (+ 47220 km persegi) atau mencapai + 75700 km persegi apabila dihitung dengan 12 mil batas wilayah propinsi, sedang garis pantai Propinsi Jawa Timur memiliki garis pantai sepanjang + 2128 km  yang aktif dan potensial (gambar 1). Propinsi Jawa Timur tidak hanya luas dari segi wilayah, tetapi juga kaya akan sumberdaya alam yang tentunya akan menjadi daya dukung pembangunan wilayahnya. Di kawasan pesisir Jawa Timur   yang sebagian besar  terletak di pesisir utara dan sebelah timur dapat dijumpai berbagai variasi kondisi fisik dan lingkungannya seperti hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, pantai berpasir putih dan pantai yang landai maupun terjal. 







Dinamika Pesisir Jawa Timur

    Pesisir pantai Utara Jawa Timur pada umumnya berdataran rendah yang ketinggiannya hampir sama dengan permukaan laut. Wilayah yang termasuk zonapesisir utara Jawa Timur adalah Kabupaten–Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo. Pesisir pantai utara Jawa dikenal sebagai daerah cekungan yang mengalami penurunan pada zaman Oligo-Miosen (Asikin, 1986). Pada bagian utara Jawa Timur terdapat dua cekungan yang mempunyai tatanan stratigrafi yang berbeda yaitu Cekungan Kendeng dan Cekungan Rembang (Pringgoprawiro, 1980). Cekungan Kendeng terletak di sebelah selatan dan digolongkan ke dalam jenis cekungan “back arc fold thrust belt”, sedangkan Cekungan Rembang merupakan cekungan paparan. Cekungan Kendeng  pada umumnya mengandung kadar batuan vulkanik yang tinggi dengan sedikit sisipan-sisipan batu karbonat dan bersifat “ flysch”. Sedimen-sedimen pada Cekungan Rembang  memperlihatkan  kadar pasirnya yang tinggi disamping adanya peningkatan batuan karbonat serta menghilangnya endapan vulkanik.Tersedianya potensi sumberdaya alam di pesisir dan laut Jawa Timur ini, mendorong kegiatan  eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan. Kegiatan eksploitasi yang berlebihan menyebabkan kondisi lingkungan di  sebagian pesisir Jawa Timur mengalami banyak tekanan seperti pencemaran terhadap sungai dan laut, degradasi bakau, karang, padang dan akumulasi endapan lumpur akibat erosi didaratan yang tidak terkendali.

    Proses abrasi ditandai dengan hilangnya beberapa dataran di sekitar pesisir, faktor yang merusak lingkungan pantai adalah ekspansi manusia yang membuat lingkungan pantai baru tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan pantai itu sendiri, seperti eksploitasi yang tidak terkendali terhadap hutan bakau untuk dijadikan daerah pertambakan, penambangan pasir laut. 
Faktor-faktor ini akan mengurangi daya tahan pantai terhadap gelombang laut dan mengganggu keseimbangan serta tatanan pantai. Akibatnya terjadilah abrasi dan kerusakan lingkungan biota pantai.  Selain dari pada itu dengan semakin banyaknya industri baik dalam sekala besar maupun kecil yang membuang limbah ke sungai-sungai, menimbulkan pencemaran air laut dan mengakibatkan adanya kerusakan di sekitar pantai.

      Berdasarkan hasil Interpretasi citra satelit Landsat TM-7  tahun 2000 dengan false color 547 (tataguna lahan), terlihat wilayah daratan Propinsi Jawa Timur sebagian besar kawasan hutan lindungnya telah rusak (gambar 2). Faktor kerusakan  ini yang mempengaruhi lingkungan pesisir dengan terjadinya  penggundulan hutan daratan. Penggundulan hutan di daratan dapat menimbulkan pengikisan dan erosi lapisan tanah. Pada waktu hujan lapisan tanah yang terkikis akan terangkut ke laut. Didaerah teluk, terutama di daerah muara sungai dapat menimbulkan sedimentasi. Apabila terjadi di pelabuhan akan mengalami pendangkalan yang dapat mengganggu lalu lintas pelayaran kapal. Sebagai contoh Sungai Brantas merupakan sungai nomor dua terpanjang di Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo. Hulu sungainya dimulai dari sisi selatan Anjasmoro, dan mengalir ke arah selatan memotong dataran Malang, kemudian melengkung tajam ke arah barat dekat Kepanjen; setelah ke arah barat hingga 70 km, sungai ini membelok ke arah utara dekat Tulungagung hingga mencapai Zona Kendeng, dimana sebagian tertutupi oleh endapan alluvial di sekitar Jombang dan Mojokerto; disini sungai berbelok kembali ke arah timur. Dekat Mojokerto, delta Sungai Brantas terbagi ke-dua arah, yaitu Sungai Mas yang mengalir hingga dekat Surabaya, dan Sungai Porong yang mengalir ke Selat Madura dekat Bangil. Saat ini Sungai Porong hanya berjarak sekitar 40 km dari hulu sungainya, dan relatif dekat dengan jalur gunungapi (Gunungapi Anjasmoro - Kelud-Kawi). Daerah tangkapan (catchment area) dari Sungai Brantas mencapai 11.000 km2, dengan endapan bawaan mencapai 1,3 kg/m3, yang relatif lebih kecil dari endapan bawaan Sungai Bengawan Solo yang mencapai 2,75 kg/m3. Perubahan garis pantai dari endapan Sungai Brantas mencapai 7 m/tahun, dan Sungai Porong mencapai 9-15 m/tahun. Sepanjang sejarah (sekitar abad 10) mulut Sungai Brantas merupakan daerah estuari yang cukup luas, dan sebagai pelabuhan alami. Kawasan di Pesisir Utara  Jawa Timur yang termasuk mengalami tekanan berat akibat dampak pembangunan adalah  kawasan Selat Madura dan pesisir selatan Kabupaten Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Gresik, Kodya Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan Probolinggo. Beratnya tekanan eksploitasi sumber daya pesisir serta pesatnya laju pencemaran ini, secara gradual dipengaruhi oleh masukan limbah baik domestik atau dari penduduk setempat maupun industri, yang berakibat penurunan kualitas fisik lingkungan perairan dan produktivitas ekosistem dapat turun ke titik terendah. Dampak yang mungkin muncul adalah merosotnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam disekitar perairan.  Indikasi kondisi sosial ini dapat terlihat pada besarnya populasi penduduk dan kepadatannya di kawasan pesisir terutama  disekitar Gresik, Surabaya dan Sidoarjo yaitu rata-rata 1000 orang per km2.  

     Di beberapa daerah di pesisir utara Jawa Timur terutama yang berdekatan dengan muara-muara sungai dan di daerah di sekitar teluk dan tanjung terjadi proses akresi yang ditandai dengan majunya garis pantai. Daerah-daerah tersebut berkembang menjadi daerah pemukiman, pertanian, pertambakan dan pelabuhan. Daerah pertanian menempati satuan daerah aluvium yang subur. Pantai-pantai tersebut umumnya berupa tanggul alam dan buatan, hutan, bakau, tanaman keras dan pematang pantai yang dapat melindungi kawasan pantai terhadap proses abrasi.

Sumber :
http://artikelbiboer.blogspot.com/2010/01/dinamika-bumi.html